Awan
pasir setinggi 21 meter terlihat menjulang di atas barisan rumah,
kemudian jatuh sebagai serpihan di kota kecil China. Penduduk
bersembunyi di rumah mereka dengan jendela dan pintu tertutup untuk
berlindung dari badai debu yang menyapu wilayah itu setiap menitnya.
Hari
seperti berubah jadi malam, saat berton-ton debu menghalangi masuknya
matahari dan mengurangi jarak pandang hingga 180 meter. Namun,
tiba-tiba badai ini menjadi tenang dan awan tinggi kembali membayangi
bumi, memanggil penduduk untuk segera membersihkan sisa-sisanya.
Golmud
merupakan tempat tinggal bagi 200 ribu orang. Kota industri baru ini
dibangun dekat dengan gurun Gobi, yang merupakan padang pasir terbesar
di Asia. Meskipun bukan tempat tinggal ideal, sepuluh ribu orang telah
memilih pekerjaan di danau garam di wilayah tersebut.
Namun
prospek pekerjaan yang baik itu, membutuhkan beberapa pengorbanan.
Setiap musim semi, angin yang kuat akan menerbangkan pasir dari Gobi
hingga menyebabkan lapisan besar debu dan pasir yang kemudian jatuh di
sekitarnya.
Pasir
tersebut dapat menyebabkan pemadaman listrik secara berkala, penundaan
penerbangan dan penyakit pernafasan. Pasir Gobi bahkan pernah menyebar
hingga Beijing, dengan sekitar satu juta ton melayang ke kota tersebut
setiap tahunnya. Bulan Maret lalu, beberapa kota di China berwarna
oranye akibat badai pasir tersebut.
Lebih
dari seperempat wilayah China, sekitar satu juta mil persegi, ditutupi
pasir Gobi yang kemudian menutupi sebagian besar wilayah utara negara
tersebut. Chinese Academy of Sciences memperkirakan jumlah dari badai
pasir ini telah melonjak 6 kali lipat sejak 50 tahun lalu.
Sekitar
80% badai ini terjadi antara bulan Maret dan Mei. Kecuali pemerintah
menemukan cara efektif untuk menghentikan penyebaran pasir dari gurun
ini, badai tersebut akan terus berlanjut.