cerpen karya salah satu anak SMA N 1 SIMO - WATON
Headlines News :
Home » , » cerpen karya salah satu anak SMA N 1 SIMO

cerpen karya salah satu anak SMA N 1 SIMO

Written By Unknown on Sabtu, 30 Januari 2010 | 12.16.00

THE BASSKET IS MYLOVE


Aku ngrasa hari ini begitu melelahkan, aku udah terlalu cape’ dengan apa yang aku laluin. Berkali-kali sudah aku selalu patah hati, rasanya kali ini aku udah g’ bisa jatuh cinta lagi. Terakhir aku suka sama seseorang namanya Rei, tapi suatu ketika temenku curhat kalau dia juga suka sama Rei. G’ mungkinlah rasanya kalau aku bilang hal yang sama ke dia. Lagi pula mungkin Rei lebih cocok dengan sahabatku yang bernama Fina. Secara Fina lebih dalam segalanya dari pada aku. Aku sebagai sahabat tentu harus mendukung sahabatku. Aku mencoba menjodohkan Rei dengan Fina, karna dasarnya aku sudah dekat dengan Rei. Awalnya Rei bilang dia tidak suka sama sekali dengan Fina. Mungkin aku jahat, tapi tak bisa dibohongi kalau lubuk hatiku terdalam merasa senang. Betapa terkejutnya aku hari ini, mendengar langsung dari Fina kalau dia sudah jadian dengan Rei. Aku tidak menyangka kalau Rei berbohong padaku. Sakit banget rasanya, apa lagi Fina sahabatku sendiri. Aku g’ bisa cerita sama siapapun, kecuali hanya kupendam dalam-dalam di hatiku.
Ya hari-hari berikutnya kujalani biasa, meski tak jarang rasa cemburu menghinggap dihatiku ketika melihat Rei bersama Fina. Tapi tak jarang juga aku pun berdua dengan Rei, mungkin aku terlihat jahat. Aku tau kalau Fina sebenarnya pun juga cemburu, tapi rasanya begitu sulit untuk menghindar dari Rei. Rei selalu memberiku harapan semu padaku dan anehnya aku g’ bisa buat g’ peduli sama dia. Bahkan mungkin Rei lebih sering denganku dari pada dengan Fina, itu membuatku semakin g’ bisa buang perasaanku kedia. Aku kadang berpikir bagaimana cara Rei membedakan antara pacar dan teman, mungkin dengan sms atau telepon. Tapi pada kenyatanya itu terjadi sebaliknya disekolah.
Karna masih kelas sepuluh kami wajib mengikiti ekskul. Hari ini kelasku dapat bagian ekskul basket. Lapangan cewek ma cowoknya Cuma sebelahan kok. Dari kejauhan aku lihat Fina memberikan minum pada Rei. Rei melambaikan tangan padaku, tentu spontan aku langsung menghampiri mereka. “Lho kamu kok g’ ikut latihan ma yang lain?” tanyaku pada Rei. “G’ ah, yang nglatih Cuma kelas XI juga, dia kan tetanggaku. “Kalau kamu Fina?” tanyaku kembali. Aku lagi dapet jadi g’ enak buat gerak”. “Oh, ya udah low gitu ku duluan ya. Aku mau ikut main tapi giliranku habis Ani. Eh itu Ani dah keluar, duluan ya !! “ ucapku sambil melambaikan tangan.
Gubrak!!!! Tiba-tiba sebuah bola basket mendarat dikepalaku. Uh, sakitnya bukan main padahal Cuma bola basket tapi rasanya seperti kejatuhan kelapa. Keseimbanganku mulai berkurang dan aku pun jatuh kelantai sambil tetap memegangi kepalaku yang mungkin memar. Spontan semua langsung mengerumuniku. “Sorry banget ya, tadi aku g’ sengaja.” Ucap seorang cowok tinggi tegap padaku sambil mengulurkan tangannya. Aku segera berdiri dengan memegangi ulurannya. “G’ sengajanya sih enak, tapi sakitnya g’ enak tau. Kamu itu siapa sih? Perasaan di kelasku g’ da orang blo’on kaya’ kamu,” jawabku ketus. “Loh aku kan dah minta maaf baik-baik kamu jawabnya kok gitu?” “Ya karna emang kamu yang salah, kamu itu siapa sih?”. “Dia itu kapten basket tim inti sekolah kita. Yang hari ini nglatih kita, itu lho kelas XI IA 1,” samber Rei.
“Ya ampun, kalau gurunya kaya’ gini kapan majunya?” keluhku. “Kamu kira masuk tim inti itu mudah neng?”. “Oh ya jelas kalau orang-orangnya Cuma kaya’ kamu”. “Kalau gitu kamu kutantang masuk tim inti, kalau berhasil dengan senang hati aku akan keluar dari tim inti.” “OK, siapa takut Cuma masuk tim inti juga”. “Deal,” ucapnya sambil mengulurkan tangan. “Deal,” jawabku sambil berjabat dengannya. Setelah latihan selesai aku pun segera pulang. Diperjalanan aku berpapasan dengan Sesa yang memang tetanggaku. Di jalan kami berdua berbincang tentang Vicky. “Kamu g’ tau ya kalau kak Vicky itu adalah pemain andalan sekolah kita, bahkan berkat lemparan tiga pointnya membuat tim basket cowok kita berhasil ke tingkat nasional. Selain itu masuk tim inti itu g’ gampang lho. Kamu tau kak Riri tetangga kita itu kan?” “Oh yang jago banget basket itu kan? Waktu kecil aku sering banget latihan ma dia tapi tetep ja g’ bisa sehebat dia”, samberku. “Nah ya itu, kak Riri aja Cuma masuk di tim regular”. “Serius?”, kulihat Sesa hanya mengangguk.
Ya begitulah aku jadi tau kalau masuk tim inti emang susah, apalagi buat anak kelas X kaya’ aku. Padahal tes masuk tim inti akan dimulai satu minggu lagi. Karna g’ mau narik kata-kataku ke Vicky bego itu, aku mutusin buat latihan tiap pulang sekolah. Hari pertama semua berjalan lancer, untung aku mendapat latihan dari Rei, jadi semua berjalan mudah. Tapi jantungku semakin berdebar kalau ngliat Rei. Sementara Fina selalu menanti Rei dibangku penonton. Hari kedua dan berlanjut sampai hari ketiga. Namun Rei hanya bisa mengajariku sampai hari ketiga 4 hari selebihnya aku sendirian saja. “Wah hari ini lapangannya dikunci lagi, terpaksa deh latihan di lapangan luar’, keluhku. Aku pun latihan diluar dan hanya sendirian. Apesnya lagi hujan turun cukup deras. Tapi tekadku udah bulat, pokoknya aku harus masuk tim inti. Selain itu memang cita-citaku dari SD, aku juga mesti bisa ngeluarin si bego’ dari tim inti.
“G’ usah dipaksa, low ujan dereas kaya’ gini, ya g’ usah latihan ntar sakit lho”. Aku mendengar sebuah suara dari belakang. Aku g’ tau dan g’ sadar sejak kapan Vicky ada disitu, apa iya selama 4 hari ini dia selalu mengawasiku. Tapi masa’ iya orang kaya’ gitu punya perhatian? Paling dia Cuma pingin aku gagal masuk tim inti. “Halah g’ usah sok perhatian deh, kamu Cuma pingin supaya aku g’ latihan kan ? terus ntar ku g’ bisa masuk tim inti, terus aku kalah, terus aku mesti ngakku salah ke kamu, terus kamu suruh minta maaf, terus…” “Ah, udahlah lupain ja. Emang susah ya ngomong sama orang yang sukanya buruk sangka kaya’ kamu. Terserah kamu aja deh,” ucapnya geram. “Ya emang terserah aku, g’ usah sok perhatian dengan niat yang terselubung.” Vicky pun segera meninggalku. Wah gara-gara orang g’ penting kaya’ dia waktuku jadi terbuang sia-sia.
Hari ke lima tiba, untungnya ruang basket g’ dikunci lagi. Aku segera memulai latihan. Ditengah-tengah latihan lagi-lagi si bego’ datang dan bilang, “Kalau jum’at jangan latihan di ruang basket, ntar banyak berandalan sekolah kumpul.” “Dah lah Vick g’ usah nakut-nakutin aku. Aku bakal tetep latihan biar masuk tim inti. Dah sana pergi, yang jauh ya dan g’ usah balik lagi!” “Ya terserah kamu aja kalau gitu, yang penting aku dah ngasih tau,” ucap Vicky sambil meninggalkanku sendiri. “Dia pikir aku bego’ kaya’ dia apa?” gumamku. Tiba-tiba aku mandengar suara gaduh dari pintu. Awalnya aku g’ terlalu peduli. Paling juga Cuma Vicky yang mau ganggu konsentrasiku.
Aku kaget setengah mati, ternyata benar kata Vicky. Mereka melihatku seperti kucing yang melihat seekor tikus dan siap memangsanya. Aku benar-benar takut melihat mereka. Mungkin hanya tiga orang tapi gimana kalau sampai ada yang nyusul? Mereka mulai mendekatiku dan tanpa kusadari aku memanggil-manggil nama si bego’, “Vicky!!!Vicjy!!!” teriakku. Sejenak kemudian aku teringat kalau aku udah ngusir Vicky jauh-jauh, perlahan aku mulai menyadari kalau Vicky selama ini selalu memperhatikan aku. Bodohnya aku ini, justru berburuk sangka padanya. Aku mohon Vicky kembalilah, aku minta maaf banget selama ini g’ pernah percaya sama kamu. Berandalan-berandalan itu semakin dekat saja denganku. Tiba-tiba terdengar lagi pintu ruang basket terbuka, gawat ! jangan-jangan teman-teman berandalan ini datang.
“Ms. Buruk Sangka aku balik lagi bukan mau ganggu konsentrasi kamu lho, tapi aku Cuma mau…..” Syukurlah Vicky kembali, aku segera berlari mendekatinyya dan memeluknya erat-erat. “Latihan basket”, lanjutnya dengan nada yang lebih pelan. “Vick maaf ya selama ini aku g’ pernah percaya sama kamu. Aku takut banget ternyata kamu bener, berandalan-berandalan itu mau ganggu aku.” Ujarku dengan gemetar sambil tetap memegang tangan Vicky erat-erat. Aku kaget setengah mati, semua yang ada disitu justru terbahak-bahak, bahkan ada diantara mereka yang sampai menangis. “Kenapa memangnya? Kamu senang ya melihat aku ketakutan?” tanyaku yang memang penasaran, apa gerangan yang membuat mereka tertawa.
“Bukannya apa-apa Aria, tapi kamu salah besar.” Jawab Vicky yang masih menahan tawanya. “Maksud kamu?” aku memastikan. “Iya jadi tim inti hari ini itu ada jadwal latihanbuat pertandingan minggu depan”. “Nah kami alumni tim inti mau melatih mereka,” jawab salah satu dari tiga orang yang ku anggap berandalan itu. “Jadi?” “Yaps jadi kamu itu salah besar,”samber Vicky. “Emang tampang kami serem-serem ya?” tanya salah satu alumni tim inti padaku. Aku hanya tersenyum malu. Aku benar-benar malu setengah mati. Mungkin mukaku saat ini lebih merah dari buah apel. Tapi tak tau kenapa kakiku bergerak sendiri dan berlari meninggalkan ruang basket. “Hei tunggu!!!” tetiak mereka. Aku berhenti dan merenung di lapangan basket luar. “Betapa bodohnya aku, sial betul hari ini aku,” ujarku dalam hati.
“Hei cewek, sendirian aja?” terdengar sapaan dari belakang. Aku menengok sejenak dan aku melihat Rei mendekatiku. “Kamu kenapa?’ tanyanya. “G’ papa, g’ penting kok. Fina mana?”. “G’ tau, dah lah g’ penting.” “Ya penting lah, dia kan cewek kamu. Ntar dia salah paham low liat kita cuma berdua terus kamu diputusin”, godaku. “Kan emang cuma kita, kenapa sih malah bicara soal Fina. Aria kamu selama ini sadar g’ kalau aku suka sama kamu.” Rasa maluku hilang seketika mendengar pengakuanya. Rasa itu kini berubah tak beraturan, aku tak tau ini rasa apa kaget, seneng dan sedih semua bercampur jadi satu. Aku terdiam sejenak untuk berfikir. Sebentar terlintas pikiran untuk menerima pengakuan dari Rei, tapi semua pikiran itu segera kubuang jauh-jauh. G’ mungkin aku mengkhianati sahabatku sendiri. “A..aku, sebenarnya aku juga suka sama kamu. Tapi semuanya itu udah terlambat, g’ mungkin buat kita terusin. Lebih baik kamu jauhin aku dan kita pendam dalam-dalam perasaan kita.” “Itu g’ mungkin!” “Kenapa g’ mungkin? Salah kamu sendiri g’ billang sebelumnya sekarang aku dah g’ suka sama kamu.” “Bohong g’ mungkin rasa itu bisa hilang secepat itu. Aku nembak Fani karna…karna aku ingin lebih deket sama kamu. Dan kamu selalu ngedeketin aku ma dia, aku Cuma pingin kamu seneng jadi aku juga mau aja. Aku g’ tau kalau kamu juga suka sama aku”. “Udah lah Rei pokoknya itu g’ mungkin”, ucapku sambil mencoba pergi meski dengan dengan kaki yang kaku. Air mataku rasanya dah g’ bisa ditahan lagi.
Tiba-tiba Rei menarik tanganku dan terus memojokkanku, “Kenapa g’ bisa?” “Karna kamu dah jadian sama Fani, karna aku g’ mau jadi pengkhianat.” Bentakku dengan mata berkaca-kaca. Aku adalah cewek yang kuat dan bisa dibilang g’ pernah nangis. Aku berusaha buat nahan air mataku, tapi kali ini bener-bener g’ bisa. Semua mengalir begitu aja dan aku g’ bisa buat g’ nangis. “Tapi Aria kita sama-sama suka,” ucapnya sambil mempererat genggamanya. “Rei lepasin aku, aku mau pergi!” keluhku sambil berusaha melepaskan genggaman Rei. Tapi Rei justru makin mempererat genggamanya. “Rei!!!” bentakku. Tiba-tiba pukulan mendarat dipipi Rei. “Hei jangan ganggu cewek dong” bentak Vicky tiba-tiba. “Siapa lo? Kamu yang jangan ganggu masalah privasi orang”, balas Rei.
Tanpa kusadari, tiba-tiba muncul sesosok Fina dalam pertengkaran. Pikiranku yang sedang kalut membuatku tidak dapat berpikir. Lagi-lagi aku memilih untuk lari dan menghindar dari masalah. Aku tidak tau kenapa tapi justru Vicky yang mengejarku. Kalau memang Rei menyukaiku kenapa dia tidak mengejarku? Kenapa justru Vicky yang selalu ada disaat aku butuh dia. Aku duduk termenung di ruang basket sambil menyalahkan diriku sendiri, “Kamu itu jahat Aria, kamu dah mengkhianati sahabat kamu sendiri. Kamu bego’, kamu orang terkejam didunia dan kamu…” “G’ usah nyalahin diri sendiri!” tiba-tiba Vicky datng tanpa kusadari. Aku segera menghapus air mataku dan berbelik kearahnya.
“Kamu itu g’ tau perasaanku sekarang,” keluhkuy. “Aku tau masalahnya, Rei kan selalu curhat padaku. Kamu g’ slah kok, suka ma orang lain kan g’ salah, Bahkan kamu dah rela ngorbanin perasaan kamu buat sahabat kamu”, jawabnya. Entah kkenapa hatiku tenang seketika mendengar perkataanya. “Terus kenapa kamu baik banget ma aku? Kamu kan g’ kenal aku”, tanyaku penasaran. “Aku dah lihat kamu latihan sebelum ekskul, kamu berbakat banget. Tapi kata Rei kamu orangnya g’ berani ma orang banyak. Mumpung da kesempatan aku tantang aja kamu buat masuk tim inti.” “Tapi kan, low aku berhasil kamu bakal keluar dari tim inti.” “Itu kan belum tentu, mungkin aja kamu jatuh cinta ma aku duluan jadi kamu g’ bakal nagih perjanjian kita”, godanya sambil tersenyum manis padaku. “Kalau iya, kamu tau g’ berarti kiamat sudah dekat”, balasku dengan tersenyum manja padanya.
“Dari pada buang-buang waktu mending kita latihan, kan tes masuk tim inti udah dekat”, ajaknya sambil menarik tanganku. Dan mengambilkan bola yang diberikan padaku. Ternyata dia orang yang baik dan ku akui kemampuanya wajib diacungi jempol. Dia mengajariku dibble, shoot dan cara mengoper. Saat belajar shooting aku agak susah buat memasukan bola. Pasti melenceng dari keranjang. Aku berdebar setengah mati saat kurasakan sebuah tangan hangat membalut telapakku. Ternyata Vicky orang yang lembut. Dia memegangi tanganku ketika mengajariku shooting. Rasanya hatiku melayang saat dia memegangi tanganku, “Kamu kecape’an ya? Kok gemetar?” tanyanya. “G’ kok, Cuma masih kepikiran yang tadi?” jawabku. Padahal sebenarnya aku gemetar karna grogi abis deket ma dia. “Ya udah istirahat dulu ja”, ujarnya. Dia mengambilakan air minum dari tasnya dan menawarkanya padaku. Awalnya ku ogah-ogahan sampai ia berkata, “Tenang ja itu bukan sisaku, lihat ja segelnya belum dibuka”. Aku hanya tersenyum, ternyata dia mengerti apa yang kupikirkan.
“Andai aja Rei tidak terlalu ggegabah. Andai aja orang yang kusuka bukan Rei. Andai aja Fina bukan shabatku,” keluhku. “Jangan suka mengandai-andai sesuatu yang emang udah takdirnya”. “Ketika aku dah bener-bener suka ma seseorang nasib g’ mau berpihak ke aku. Kasihan banget ya aku Cuma bisa nyakitin orang.” Keluhku berulang kali dan mulai berkaca-kaca. “Kalu pingin dipeluk ada yang mau kok”, godanya padaku. Meskipun dia hanya bercanda tapi kenyataanya ku memang butuh temen. Aku meresponya dengan serius dan kepalaku dibahunya sambil meremas-remas tangannya. Ku tak tau sejak kapan tetapi pipiku sudah basah dengan air mata. “Aku pingin bisa lupa sama semua masalah. Aku rasanya udah jera buat jatuh cinta. Kenapa sih cintaku pasti bertepuk sebelah tangan,” keluhku terus menerus sambil menangis dan meluapkan emosiku. “Aku tau kamu kesal tapi aku tadi nawarinya pelukan bukan nyiksa tanganku kaya’ gini”, protesnya. “Maaf! Maaf! Kebawa suasana”, ujarku sambil segera bangun dari duduku. Kulihat tangan Vicky sudah memerah karna remasan dariku. Vicky pun juga bangkit dari duduknya dan menawarkan tumpangan padaku. “Aku antar pulang ya? Satu lagi yakin ja kalu suatu saat kamu bakal dapet seseorang yang kamu saying dan saying ma kamu”, ujarnya sambil berjalan dan menarik tanganku.
Aku mulai melihat sosok lain dari Vicky. Aku ngrasa nyaman di dekatnya. Sisa-sisa hari ku lewati dengan latihan basket denganya. Entah sejak kapan aku mulai dekat denganya dan bedebar jika dekat dengannya. Akhirnya seleksi tim inti datang juga dan Vicky memberiku semangat dari bangku penonoton begitu juga dengan Rei. Tapi aku harus memndam perasaanku pada Rei. Singkat cerita berkat latihan dari Vicky aku berhasil masuk tim inti. “Karna Aria berhasil masuk tim inti jadi silahkan say good by buat Vicky kapten basket cowok,” tiba-tiba suara Rei berkumandang di microphond ruang basket. Suasana menjadi riuh seketika, secara Vicky adalah pemain andalan sekolah. Rei kalimini benar-benar keterlaluan, padahal aku ingin mencabut perjanjianku dengan Vicky.
Tiba-tiba kulihat Vicky sudah berada di posisi tembakan tiga point lapangan basket. Dengan keras dia berkata, “Aku suka sama kamu Aria. Aku bertaruh sama kemampuanku bermain basket, kalau temakanku masuk tolong terima cintaku. Bola basket ini adalah hidupku karna dia yang selalu ada buat aku. Kini aku pingin mempertaruhkanya buat nembak kamu. Aku harap bola ini bisa masuk ke keranjang hatimu”
Ayo Share Postingan kami ini :
Comments
0 Comments
Facebook Comments by DhaMar Information For ALL

0 c0ment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : DhaMar | DhaMar Design | Love Never Ending Just For You
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2013. WATON - All Rights Reserved
Template Design by DhaMar Design Published by RyDhaNaTra DhaMar Foundation